Penafsiran
atau interpretasi peraturan undang-undang ialah mencari dan menetapkan pengertian
atas dalil-dalil yang tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang
dikehendaki serta yang dimaksud oleh pembuat undang-undang.
A.CARA PENAFSIRAN/INTERPRETASI :
1. Dalam
pengertian subyektif dan obyektif
a. Dalam
pengertian subyektif, apabila ditafsirkan seperti yang dikehendaki oleh pembuat
undang-undang.
b. Dalam
pengertian obyektif, apabila penafsirannya lepas dari pada pendapat pembuat undang-undang
dan sesuai dengan adat bahasa sehari-hari.
2. Dalam
pengertian sempit dan luas
a. Dalam
pengertian sempit (restriktif), yakni apabila dalil yang ditafsirkan di beri pengertian
yang sangat di batasi.
b. Dalam
pengertian secara luas (ekstensif), ialah apabila dalil yang ditafsirkan diberi
pengertian seluas-luasnya.
3.
Dilihat dari sumbernya penafsiran dapat bersifat:
a.
Otentik, ialah penafsiran seperti yang diberikan oleh pembuat undang-undang seperti
yang dilampirkan pada undang-undang sebagai penjelasan. Penafsiran otentik mengikat
umum.
b.
Doktrinair atau ilmiah, ialah penafsiran yang didapat dalam buku-buku dan
lain-lain hasil karya para ahli. Hakim tidak terikat Karena penafsiran ini hanya
mempunyai nilai teoritis.
c.
Hakim, penafsiran yang bersumber dari hakim (peradilan) hanya mengikat pihak-pihak
yang bersangkutan dan berlaku bagi kasus-kasus tertentu.
B.METODE PENAFSIRAN
Metode penafsiran konstitusi yang berkembang
dalam ilmu hukum pada umumnya, dan ilmu hukum tata negara pada khususnya,yaitu:
1.Metode Tafsir Literal / Literlijk.
Metode ini, menurut Utrecht, adalah metode
pertama yang ditempuh dalam penafsiran UU. Penafsiran bertumpu pada penggalian
makna harfiah suatu teks (what does the word mean). Menurutnya, seorang
hakim wajib mencari tahu arti kata dalam UU dalam kamus atau pada ahli tata
bahasa. Jika hakim belum menemukan maknanya, maka dia mencarinya dengan
memperhatikan dan mempelajari susunan kalimat dan mencari hubungannya dengan
peraturan-peraturan lain.
2.Metode Tafsir Gramatik.
Interpretasi bahasa ini mempunyai penekanan
pada makna teks yang di dalamnya terdapat kaidah hukum. Menurut Visser Hoft, di
negara yang mengedepankan kodifikasi, (berdoktrin the binding force of
precedent). Teks harfiah UU sangat penting. Namun, adakalanya metode
penafsiran ini kurang bisa menjawab jika norma yang ditafsirkan sudah menjadi
perdebatan. Maka diperlukan metode-metode yang lain.
3.Metode Tafsir Restriktif.
Sudikno Mertokusumo dan Pitlo mengartikan
tsfsir restriktif sebagai cara tafsir dengan cara pembatasan penafsiran sesuai
dengan kata yang mana kata tersebut sudah mempunyai makna tertentu. Apabila
suatu norma sudah dirumuskan secara jelas (expresis verbis), maka penafsiran
yang bersifat kompleks tidak lagi dibutuhkan. Tafsir norma tersebut harus
dicukupkan (iktifa’) dengan makna yang jelas tersebut.
4.Metode Tafsir Ekstensif.
Metode penalaran yang digunakan dalam metode
tafsir seperti ini adalah kebalikan dari metode restriktif. Jika metode tafsir
restriktif membatasi penafsiran pada suatu makan tertentu, maka metode
ekstensif bersifat memperluas makna. Menurut Sudikno dan Pitlo, hasil
penafsiran ini melebihi dari apa yang didapat dari metode tafsir gramatikal.
5.Metode Tafsir Otentik.
Penafsiran ini dikenal dengan sebutan authentekie
interpretatie / officiele interpretatie. Utrecht berpendapat, bahwa
penafsiran gaya ini adalah penafsiran yang didasarkan pada tafsir yang
dinyatakan oleh pembuat undang-undang. Dalam dunia perundang-undangan, kita
mengenal apa yang disebut dengan penjelasan UU. Menurut Sudikno Mertokusumo dan
Pitlo, gaya tafsir seperti ini hanya boleh dilakukan berdasarkan makna yang
sudah jelas dalam UU.
6.Metode Tafsir Sistematik.
Systematiche interpretatie / dogmatische
interpretatie adalah
menafsirkan menurut sistem yang ada dalam hukum yakni dengan memperhatikan
naskah-naskah hukum lain. Misalkan, yang akan ditafsirkan adalah sebuah norma
yang ada dalam UU, maka peraturan yang sama dan apalagi mempunyai asas yang
sama, pantas untuk diperhatikan. Menurut Vissert, dalam sistem hukum yang
mengedepankan kodifikasi (the binding force of precedent), merujuk pada
UU yang lain adalah perkara yang lumrah. Namun dalam negara yang menganut case
law system, yang bersendikan the persuassive force of precedent,
yang menjadi rujukan adalah sistemnya, apabila suatu karakter sitematis dapat
diasumsikan (diandaikan).
7.Metode Tafsir Sejarah Undang-Undang.
Dasar dari metode ini adalah apa yang menjadi
dasar dalam perumusan UU itu sendiri. Penafsiran dengan menggunakan gaya ini
adalah merupakan gaya tafsir historis dalam artinya yang sempit. Titik tekan
pada gaya tafsir ini adalah merujuk pada sejarah penyusunan, risalah yang
digunakan dalam penyusunannya, catatan pembahasan oleh komisi-komisi legislator,
dan naskah-bnaskah lain yang berhubungan. Menurut Utrecht, gaya tafsir ini
terfokus pada latar belakang penyusunan naskah dan perdebatan yang terjadi pada
saat perumusan UU tersebut.
8.Metode Tafsir Historis.
Jika metode tafsir nomor 7 adalah tafsir sejarah
dalam arti sempit, maka metode tafsir ini adalah arti dari kata sejarah dalam
arti yang lebih luas dari pengertian yang sebelumnya, karena tidak hanya
mencakup pada sejarah penyusunan, namun lebih jauh kebelakang dengan juga
memperhatikan pendapat pakar dari masa lampau yang sudah menjadi comminis
oppinio doctorum. Penafsiran historis yang bergaya seperti ini,juga dilakukan
dengan menyelidiki asal-usul naskah dari sebuah sistem hukum yang pernah
berlaku, bahkan tak jarang juga harus meneliti dokumen dari sistem hukum lain
yang berlaku di negara lai pula.
9.Metode Tafsir Teleologis.
Metode tafsir ini memusatkan perhatian pada
persoalan apa yang hendak dicapai oleh norma yang ada dalam teks. Titik tekan
tafsiran pada fakta bahwa pada teks terkandung tujuan atau asas sebagai
pondasi. Dan tujuan dan asas tersebut mempengaruhi interpretasi.
10.Metode Tafsir Sosiologis.
Sociological Interpretation memusatkan diri
pada permasalahan apa konteks sosial dari kegiatan yang akan dinilai secara
hukum (what does social context of the event to be legally judged). Konteks
sosial suatu naskah dirumuskan dapat mempengaruhi legislator ketika sebuah
naskah hukum dirumuskan, dan hal ini harus dijadikan konsideran juga dalam
penafsiran norma.
11.Metode Tafsir Sosio-Historis.
Gaya tafsir seperti ini adalah dengan
memperhatikan “asbaabun nuzul” dan “asbaabul wurud” suatu norma
hukum. Berbeda dengan penafsiran historis (baik dalam arti sempit –No.7- atau
dalam arti luas –No.8-), penafsiran sosio-historis memperhatikan keadaan konteks
dan perkembangan sosiologis masyarakat pada saat suatu norma hukum itu lahir.
Perbedaannya dengan metode tafsir sosiologis, adalah metode sosio-historis
lebih memusatkan perhatiannya pada konteks sejarah yang mempengaruhi
pembentukan suatu norma hukum.
12.Metode Tafsir Holistik.
Teori penafsiran holistik mengaitkan sebuah
naskah hukum dengan konteks keseluruhan jiwa dari naskah tersebut. Konsep dasar
yang terkandung dalam metode tafsir ini adalah pengandaian bahwa setiap naskah
hukum seperti UU atau UUD haruslah dipandang sebagai satu kesatuan sistem norma
hukum yang mengikat untuk umum. Sehingga kandungan makna yang tertuang dalam
teks, tidak dipahami kata-per-kata atau pasal-per-pasal, namun dipandang
sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh/holistik.
13.Metode Tafsir Tematis – Sistematis.
Pusat perhatian dalam metode tafsir yang satu
ini adalah persoalan apa yang menjadi tema substantif artikel dirumuskan (what
be the substantive theme of the article formulated). Dalam konstitusi
Amerika Article 68 menentukan bahwasanyapemilihan umum berkala diselenggarakan
dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sebelum akhir masa jabatan anggota
National Assembly. Pemilihan umum anggota National Assembly diselenggarakan
dengan tata cara yang diatur oleh UU. Selanjutnya ditentukan pula bahwa
penyelenggaraan pemilu ditetapkan dengan keputusan, dengan ketentuan bahwa
sidang pertama anggota National Assembly yang baru terpilih harus sudah
diadakan pada Kamis kedua sesudah terpilihnya sekurang-kurangnya 2/3 jumlah
seluruh anggota National Assembly. Jika diperhatikan, jelas sekali bahwa
Article 68 Konstitusi Amerika Serikat ini mengatur prosedur penyelenggaraan
pemilu. Beginilah cara tafsir tematis-sistematis.
14.Metode Tafsir Futuristik.
Metode ini adalah gaya tafsir hukum yang dilakukan
dengan cara merujuk pada suatu RUU / ius constituendum yang sudah
mendapat persetujuan bnersama, namun belum disahkan secara formil, atau masih
belum mendapat persetujuan, namun hakim penafsir melakukan forward walking,
yakni merujuk pada nilai-nilai yang pasti lolos dalam ius constituendum
tersebut sehingga pada waktunya disahkan dan mengikat (in kracht), norma
hukum yang dijadikan acuan oleh hakim penafsir tadi sudah menjadi hukum positif
(ius constitutum).
15.Metode Tafsir Evolutif-Dinamis.
Tokoh yang mengenalkan gagasan tafsir seperti
ini adalah Vissert Hoft. Metode interpretasi norma ini dipandang perlu untuk
dilakukan karena adanya pandangan yang berubah dalam dinamika kehidupan
masyarakat. Oleh sebab itu, makna yang harus diberikan pada norma hukum yang
ditafsirkan haruslah bersifat “mendobrak perkembangan”. Salah satu ciri penting
metode interpretasi ini adalah diabaikannya maksud asli (the original
intent) legislator.
16.Metode Tafsir Komparatif.
Pengertian yang sangat mudah dari perbandingan
adalah: identifying simmliarity and differences. Pitlo dan Sudikno
mengartikan metode ini sebagai sebuah kegiatan penafsiran dengan cara
membandingkan dengan berbagai sistem hukum. Perbandingan yang dilakukan adalah
sebagai upaya menemukan prinsip-prinsip yang berlaku umum pada sistem-sistem
yang diperbandingkan. Sehinnga hasil dari komparasi tersebut dapat digunakan
dan diterapkan dalam menyelesaikan suatu kasus hukum dengan seadil-adilnya dan
setepat-tepatnya.
17.Metode Tafsir Interdisipliner.
Sudikno dan Pitlo berpendapat bahwa penggunaan
logika penafsiran dengan menggunakan banyak cabang ilmu pengetahuan, banyak
cabang dalam ilmu hukum sendiri, ataupun banyak cabang dari berbagai metode
penafsiran juga penting. Karena banyak kasus yang tidak dapat didekati dengan
hanya mengandalkan satu sudut pandang saja. Yang antara lain disebabkan oleh
kompleksitas pemasalahan yang harus melibatkan interdisiplin ilmu demi
menggapai keadilan.
18.Metode Tafsir Multidisipliner.
Berbeda dengan tafsir interdisipliner yang
melibatkan banyak cabang ilmu di luar ilmu hukum, metode tafsir interdisipliner
hanya melibatkan suatu cabang ilmu diluar ilmu hukum. Misalnya, suatu kasus
yang menuntut adanya pembuktian yang pembuktian tersebut semata-mata hanya
tergantung pada penafsiran ilmu kedokteran saja.
19.Metode Tafsir Filosofis
Penafsiran filosofis memusatkan perhatian pada
segi what is the underlying philosophical thought yang tekandung dalam
teks yang akan ditafsirkan. Misalkan tafsir Mahkamah Konstitusi atas Pasal 1
ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Dalam hal ini, faktor filosofi bermain.
20. Metode Penafsiran Kreatif
Menurut
Dworkin, interprestasi kreatif dapat digunakan, tetapi hanya terhadap kasus
khusus dari interprestasi conversational. Penafsiran ini dimaksudkan untuk
mengungkap maksud penyusunan atau maksud-maksud dalam tulisan. Misalnya, novel
atau tradisi tertentu masyarakat yang biasanya diungkapkan masyarakat dalam
percakapan sehari-hari. Bahwa interprestasi kreatif hanya untuk kasus khusus
penafsiran lisan. Interprestasi kreatif bukanlah sekedar menangkap mana dalam
percakapan melainkan mengkonstruksikan atau menyusun makna. Penafsiran kreatif
dalam pandangan konstruktif adalah interaksi antara maksud dan tujuan.
21. Metode Penafsiran
Artistik
Sebagaimana
dikemukakan oleh Dworkin, melakukan kegiatan penafsiran dengan cara menentukan
maksud penulis bukanlah persoalan yang mudah dan sederhana. Oleh karena itu,
berupaya untuk memahami suatu maksud, dilkukan melalui pemaknaan ungkapan
kesadaran mental. Penafsiran artistic tidak selalu bermaksud
mengidentifikasikan beberapa jenis kesadaran pikiran dalam menggunakan
pengaruhnya terhadap pikiran penyusun ketika dia mengatakan, menulis, atau
melakukan sesuatu. Dalam hal imi, maksud selalu lebih kompleks dari
problematical.
22. Metode Penafsiran
Konstruktif
Metode
penafsiran konstruktif ini, menurut Dworkin, dapat dilakukan dengan tiga tahap.
Pertama, tahap pra-penafsiran dimana aturan-aturan dan batasan-batasan yang
digunakan untuk memberikan isis tentatif mengenai praktik yang diperkenalkan.
Kedua, adalah tahap interpretasi sendiri, dimana penafsir menjustifikasi
unsure-unsur pokok yang timbul dari praktik. Justifikasi tidak perlu semua
harus sesuai bagi penafsir. Menjadi sangat penting dalam hal ini, bahwa mampu
melihat dirinya sendiri sebagai penafsir praktis dan menemukan sesuatu yang
baru. Ketiga, setelah tahap penafsiran penafsir menyesuaikan pendiriannya tentang
prakrik sebenarnya atau menyelesaikan .
23. Metode Penafsiran
Konversasional
Metode
ini sebenarnya agak berada di luar kebiasaan penafsiran yang biasa digunakan.
Penafsiran konversasional ini bukan dimaksudkan untuk menjelaskan suara
seseorang. Penafsiran ini menandai makna dalam menjelaskan motif-motif dan
maksud-maksud mengenai makna yang dirasakan pembicara, dan menyimpulkan sebagai
pernyataan tentang maksud pembicaraan dalam mengatakan apa yang dia perbuat.
Penafsir hendak menemukan maksud atau makna yang diucapkan oleh orang lain
dalam berbagai peristiwa yang secara tepat untuk makna dalam masyarakat,
misalnya sopan santun. Sutandyo dalam salah satu tulisannya semiotika,
mengatakan tentang the semiotic jurisprudence. Semiotik mengkaji tentang
tanda-tanda kebahasaan yang tidak lain dari hasil konsep-tualisasi oleh
subjek-subjek atau intersubjek.
Sumber: http://hukumsda.blogspot.com/2012/09/macam-macam-cara-penafsiran-interpretasi.html
1. Berkomentarlah menggunakan kalimat yang baik dan sopan, serta sesuai topik Artikel di atas. Komentar yang tidak sesuai topik akan dihapus.
2. Tidak diperbolehkan menggunakan link hidup atau live link, link akan otomatis terhapus guna mencegah spam.
3. Sebelum bertanya, pastikan sobat sudah membaca seluruh isi Artikel.
4. Jika bertanya sesuatu, jangan lupa untuk memberi tanda centang pada Beri tahu saya atau Notify me agar sobat menerima pemberitahuan balasan melalui email.
5. Follow blog M-TAJUDDIN-NS untuk mendapatkan update Artikel terbaru dan jangan lupa tekan tombol share jika sobat merasa Artikel di atas bermanfaat.