Jangan Pelit Dong..!

Masih menyisakan senyum,ketika aku teringat kelakuan dan percakapan ketiga anak anakku semalam. Ketika aku mengajari mereka, belajar beramal . Sengaja aku meminta kencleng atau kotak amal di masjid terdekat rumah, agar anak anakku terbiasa menyisihkan sedikit uang jajan mereka untuk berbagi pada sesama.

Perkenalan awal dimulai kepada Michiko. Putri kecilku yang berusia 5 tahun. Kataku pada Michiko,

” Chiko,sekarang kita dirumah sudah memiliki kotak ama loh. Jadi  Michiko bisa kapan saja “memberi atau mengisi kotak amal tersebut” jika  Chiko mempunyai rejeki lebih atau uang jajan yang sisa. Tidak perlu lagi Chiko menunggu, memberi uang amal tersebut pada pengemis di pinggir jalan atau mengisi kencleng hari jumat di sekolah.”

Seakan mengerti perkataanku, Michiko  bertanya kepadaku,

“Ma, uang amal itu untuk orang orang miskin yang kurang beruntung ya?” tanya Chiko

“Iya “. jawabku.

Dengan singkat  aku menerangkan tentang manfaat uang amal tersebut bagi orang yang kurang beruntung.

Seakan mengerti, lalu Michiko bertanya lagi kepadaku

“Kalau kita beramalnya semakin banyak, berarti pahalanya juga semakin banyak dong ma?”

Aku menggaguk seraya berkata

“Asal dilakukannya dengan ikhlas”  jawabku sambil memeluk Michiko.

Selang beberapa waktu, Michiko menghampiriku

“Ma, aku sudah beramal”  kata Chiko kepadaku

“Wah hebat !” seruku sambil menciumnya.

“Aku juga beramalnya banyak  loh ma, lima ribu rupiah”  terang  Michiko bangga dan wajah yang gembira.

“Wah jadi penuh dong kenclengnya. Pakai uang coin Chiko yang dicelengan ya?”  tanyaku lagi.

Sambil malu malu Michiko menjawab,

“Bukan ma, tapi aku ngambil dari dompet mama hehe. Maaf ya ma,uang dicelengan aku nggak cukup , tapi aku pengen dapet pahala yang banyak”  jawab Michiko  lugu sambil tersenyum.

Aku kagetttt dan teriakkk…

“Whattttt ?”  jawabku sambil tertawa.

Tuing tuing, langsung sakit kepala deh gw. Wakakak..:)

*******

Perkenalan kedua kepada Reyhan. Jagoan kecilku yang berusia 8 tahun ketika Reyhan pulang sekolah.

Dengan memberikan penjelasan yang sama, ketika aku melirik melihat Reyhan masih mempunyai sisa uang jajannya sebanyak 3 ribu rupiah.

“Rey kita sekarang dirumah sudah mempunyai kencleng atau kotak amal loh, jadi Reyhan bisa beramal kapan saja jika uang jajan Reyhan sisa atau mempunyai rejeki lebih”  rayuku kepada Reyhan.

“Kotak amalnya dari mana ma, dan uangnya nanti untuk siapa?”  tanya Reyhan kepadaku.

Kuterangkan bahwa kotak amal itu aku peroleh dari masjid terdekat. Dan uangnya nanti akan dikelola oleh pengurus masjid tersebut untuk disalurkan kepada orang orang yang kurang beruntung.

“Reyhan  bisa memberi berapa saja, seikhlas Reyhan. Pasti bermanfaat”  terangku lagi.

Masih sambil memegang uang yang ada, Reyhan bertanya lagi

“Kalau beramal atau memberi uang dirumah, sama nggak ma dengan beramal memberi uangnya  di masjid?” tanyanya dengan acuh tak acuh sambil menatap TV.

“Sama, yang penting niat beramal dan ikhlasnya, bukan dimana kita beramalnya” jawabku.

” Oh gitu ya ma, kalau gitu aku beramalnya “NANTI aja” ma. Di  masjid  aja, waktu sholat jumat bersama papa. Biasanya kan, papa suka ngasih aku uang amal. Karena sisa uang jajan yang ini,  mau aku pake buat beli mainan besok disekolah.”  terang Reyhan tanpa ekspersi bersalah.

Lagi lagi aku kaget dan teriakkk…

“Whatttt  ?”

Hahahaha, aku sampe nggak bisa ngomong, serasa kebentur tembok hihi.:)

*****

Perkenalan ketiga kepada Chacha, gadis kecilku yg beranjak remaja.

Masih dengan bahasa yang sama aku memberi informasi  kepada Chaca. Mengajarinya beramal dan menerangkan manfaat dari beramal. Kali ini aku tidak perlu banyak berbicara karena seakan Chacha sudah mengerti apa yang aku maksud.Tak lama kemudian, Chaca terlihat sibuk merogoh serangam sekolahnya untuk mengecek dan mengeluarkan sisa uang jajan yang Chacha miliki.

Sisa uang jajan Chacha berserakan di meja. Aku melihat beberapa lembar sepuluh ribu, lima ribuan, ribuan jg beberapa coin. Kulihat Chaca sibuk menghitung berapa uang yang Chacha miliki dan menyisihkan sisanya untuk beramal.

“Sudah ma “  katanya memberitahuku.

“Wah hebat “  kataku.

“Boleh uang koin kan ma?”  tanyanya lagi.

“Iya ngak papa, yang penting ikhlas”  kataku lagi.

“Iya, yang penting iklhas ” ulang Chacha.

“Uangku cuma sisa  Rp 2000 yang untuk beramal ma,selebihnya aku sengaja nabung untuk nonton bersama temen temen di hari minggu, setelah selesai UTS nanti”  terangnya dengan santai.

Kali ini aku bener bener kaget dan teriakkk..

“Whattttt..?”

Hahaha. Gubrakkk pingsan deh gw. Yang penting ikhlas,kata Chacha.Hihi..:)

******

Pembelajaran berharga yang membuat aku tersenyum. Bahkan tertawa ngakak. Betapa tidak mudahnya mengajarkan suatu kebaikan. Mengalahkan ego dan kepentingan kita, untuk bisa berbagi dan turut merasakan penderitaan orang lain.

Rasanya perlu waktu dan kerjakeras untuk menjadi terbiasa :)

Dari kepolosan anak anak aku jadi memahami, beramal dan nilai nominal yang diberikan adalah sesuatu yang penting. Tapi yang lebih penting lagi, adalah KEIKHLASAN dan KETULUSAN dalam memberi. Bukan karena ria, pamer atau suatu predikat “kaya, dermawan” dalam suatu penilaian status sosial di masyarakat. Berapapun yang kita berikan, Allah akan MENGHARGAI dan MEMPERHITUNGKAN.

Ayo anak anakku, mari kita belajar beramal. Menyisihkan sedikit  harta yang kita miliki untuk berbagi pada sesama. Senyum mereka adalah juga senyum kita.

Kalian pasti bisa :)

*ditulis sambil senyum-senyum*

Sumber: http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/24/jangan-pelit-dong/